Saya mungkin bukan tipikal penggemar musik heavy metal sejati. Masa kecil saya tidak diwarnai jaket kulit, rambut gondrong, apalagi poster Black Sabbath yang memenuhi dinding kamar. Bahkan, saya mengenal Ozzy Osbourne, sang Pangeran Kegelapan, bukan dari lagu-lagu ikoniknya, melainkan dari serial realitas kontroversial The Osbournes di MTV pada awal 2000-an. Namun, ketika saya menyelami lebih dalam perjalanan hidupnya, saya menyadari bahwa Ozzy jauh melampaui sekadar penyanyi rock biasa. Ia adalah personifikasi dari sebuah kekacauan yang jujur, paradoks hidup yang terlalu otentik untuk diabaikan.
Kini, setelah kepergiannya pada Juli 2025, dunia musik merasakan duka yang mendalam. Lebih dari itu, kita kehilangan sosok langka yang tak pernah ragu menunjukkan dirinya yang rusak, rapuh, dan kacau, namun selalu jujur. Warisannya, yang terukir dalam sejarah musik rock, akan selalu dikenang.
Lahir dari Lumpur Birmingham
Ozzy Osbourne terlahir sebagai John Michael Osbourne pada tahun 1948 di Aston, sebuah distrik pekerja keras di Birmingham, Inggris. Latar belakangnya jauh dari kemewahan; ayahnya seorang pekerja pabrik, ibunya di bagian komponen otomotif. Bersama lima saudara kandungnya, Ozzy tumbuh dalam rumah kecil, di mana kemiskinan bukan lagi konsep abstrak, melainkan realitas sehari-hari yang merangkulnya.
Perjalanan hidupnya di masa muda penuh rintangan. Mengidap disleksia, ia sering menjadi korban perundungan dan akhirnya putus sekolah tanpa ijazah. Berbagai pekerjaan kasar seperti tukang daging dan tukang ledeng pernah ia geluti. Namun, daya tarik dunia gelap tak terhindarkan. Ozzy pernah mencuri dan mendekam di penjara karena kasus pencurian televisi. “Saya masuk penjara bukan karena saya jahat, tapi karena saya bodoh,” ujarnya suatu kali dengan gaya humornya yang khas dan tanpa tedeng aling-aling.
Sejak awal, terlihat jelas bahwa Ozzy tidak dilahirkan sebagai bintang dengan jalan mulus. Ia bangkit dari lumpur, dari kelemahan, dari kelamnya masa kecil. Justru fondasi inilah yang membentuknya, memungkinkannya menyanyikan lagu-lagu gelap dengan kejujuran mentah yang tak dapat dipalsukan, menjadikan suaranya begitu autentik dan resonan di kancah heavy metal.
Lahirnya Black Sabbath dan Genre Baru Bernama Heavy Metal
Titik balik dalam hidup Ozzy tiba ketika ia bertemu dengan Tony Iommi, Geezer Butler, dan Bill Ward. Bersama-sama, mereka membentuk sebuah band yang kemudian dikenal sebagai Black Sabbath. Nama yang terdengar sederhana, layaknya judul film horor kelas B, namun nyatanya menjadi tonggak revolusi dalam dunia musik rock.
Di era 1960-an, ketika kebanyakan band rock masih didominasi lirik tentang cinta dan perdamaian, Black Sabbath menapaki jalur berbeda. Mereka menawarkan tema yang lebih gelap: kematian, dosa, ketakutan, kegilaan, dan neraka. Musik mereka berat, tempo lambat, sarat distorsi, dan liriknya tidak mengajak menari, melainkan merenung, bahkan terkadang menggigil. Album debut mereka, Black Sabbath (1970), seolah menjadi peringatan dini akan pergeseran suara dunia. Lagu “Paranoid” pun meledak, disusul oleh “Iron Man”, “War Pigs”, dan “Children of the Grave”, yang semuanya menjadi ikon genre heavy metal.
Ozzy mungkin tidak memiliki teknik vokal yang luar biasa, tetapi ia memiliki feel yang tak tertandingi. Suaranya seolah jeritan dari ruang bawah tanah jiwa, yang mampu menusuk relung hati pendengarnya. Dunia pun mendengarkannya. Namun, seperti banyak kisah band legendaris lainnya, kesuksesan sering kali datang bersama kehancuran. Alkohol, narkoba, dan gaya hidup destruktif mulai menggerogoti Ozzy. Pada tahun 1979, ia resmi dikeluarkan dari Black Sabbath. Sebuah ironi besar: band yang ia bantu lahirkan justru membuangnya karena dianggap terlalu sulit dikendalikan.
Alih-alih tenggelam dalam keterpurukan, Ozzy justru bangkit dengan cara yang tak terduga. Dengan dukungan tak tergoyahkan dari sang istri, Sharon, ia membentuk band solo dan merilis album fenomenal Blizzard of Ozz (1980) dan Diary of a Madman (1981). Lagu “Crazy Train” segera menjadi ikon, sementara “Mr. Crowley” memperkenalkan sisi spiritual Ozzy yang gelap dan mistis. Saat banyak yang mencemooh dan meragukan kemampuannya, Ozzy Osbourne membuktikan bahwa ia bukan sekadar mantan personel band besar. Ia adalah sebuah institusi, musisi ikonik yang berdiri sendiri.
Antara Tragedi dan Kontroversi
Kehidupan Ozzy tak pernah lepas dari tragedi. Pada tahun 1982, gitaris jeniusnya, Randy Rhoads, meninggal dalam kecelakaan pesawat. Tragedi ini menghantam Ozzy yang saat itu sedang menjalani tur, membuatnya nyaris kehilangan akal sehat. Dalam beberapa wawancara, ia mengaku berada di ambang bunuh diri. Namun, Ozzy berhasil bertahan. Momen ini menjadi titik baliknya, mengajarkannya bahwa hidup tidak hanya tentang konser dan ketenaran, tetapi juga tentang bagaimana menghadapi kehilangan yang paling menyakitkan.
Tentu, kisah Ozzy Osbourne tak akan lengkap tanpa serangkaian kontroversi. Mulai dari insiden menggigit kepala kelelawar di atas panggung (yang katanya dikira palsu), tuduhan bahwa lirik lagu “Suicide Solution” mendorong tindakan bunuh diri, hingga perilaku tak terduga dalam konser maupun penampilan publik. Namun, di balik semua kegilaan itu, Ozzy tidak pernah berpura-pura. Ia tidak pernah berusaha tampil sempurna atau mencoba menjual moralitas. Justru kejujuran brutal itulah yang membuatnya nyata di mata jutaan penggemarnya. Ozzy adalah simbol otentisitas di tengah kekacauan, sebuah kebenaran yang langka dalam industri hiburan.
Sebuah fase menarik dalam hidup Ozzy terjadi pada awal 2000-an, ketika ia bersama keluarganya membintangi serial realitas The Osbournes. Acara ini menjadi salah satu realitas show terpopuler bukan karena glamornya, melainkan justru karena kejujuran brutal yang ditampilkan. Penonton melihat Ozzy yang bangun sempoyongan, kesulitan mencari remot TV, hingga memarahi anjingnya sendiri. Ia tidak mengedit hidupnya untuk terlihat keren atau sempurna. Bahkan ketika penyakit mulai menggerogoti tubuhnya, ia tetap teguh tampil di panggung.
Pada tahun 2019, Ozzy didiagnosis menderita Parkinson. Meski demikian, ia tetap tampil, meski harus dibantu tongkat. Ia tetap bernyanyi, meskipun dengan suara serak yang tak lagi sempurna. Bahkan menjelang akhir hayatnya, ia masih sempat tampil dalam konser amal di Birmingham, kota kelahirannya. Ia seolah ingin berkata, “Saya akan mati di atas panggung, atau mati sebagai manusia yang setia pada diri saya sendiri.”
Perjalanan hidup Ozzy Osbourne mengajarkan kita banyak pelajaran berharga:
Pertama, bahwa hidup tidak pernah linear. Seseorang bisa gagal total di sekolah, masuk penjara, kecanduan, kehilangan orang tercinta, namun tetap memiliki tempat penting dalam sejarah manusia. Ozzy adalah bukti nyata bahwa kesalahan tidak menghapus nilai kita sebagai manusia.
Kedua, bahwa dunia ini terlalu sering dipenuhi kepalsuan. Di era media sosial dan pencitraan diri, sosok seperti Ozzy – yang jujur, kacau, rusak, namun apa adanya – menjadi oase yang menyejukkan. Ia membuat kita merasa nyaman untuk menjadi tidak sempurna.
Ketiga, bahwa seni adalah ruang transformatif bagi luka. Ozzy mengubah kemiskinan, kegagalan, bahkan penyakitnya menjadi sebuah karya seni. Ia tidak menyembunyikan penderitaan, melainkan mengalirkan semuanya ke dalam lagu dan penampilannya di panggung.
Dan keempat, bahwa bertahan hidup itu sendiri adalah bentuk seni tertinggi. “Survival is my legacy,” katanya dalam wawancara terakhirnya. Kata-kata sederhana ini mengandung makna yang sangat dalam. Ia tidak mengklaim dirinya pahlawan. Ia hanya menegaskan, “Saya masih di sini. Saya bertahan.”
Ozzy Osbourne mungkin telah pergi, namun warisannya akan terus menggema. Dalam setiap dentuman riff gitar heavy metal, dalam setiap remaja yang merasa terasing dan menemukan tempatnya dalam musik, dan dalam setiap orang yang pernah merasa “rusak” namun tetap memilih untuk bertahan. Ozzy tidak mengajarkan kita untuk menjadi “baik” dalam pengertian sosial, tetapi ia mengajarkan kita untuk menjadi jujur. Dan itu jauh lebih sulit.
Terima kasih, Ozzy. Kamu mungkin gila. Tapi dunia ini terlalu waras dan membosankan tanpa orang-orang sepertimu.
Ringkasan
Ozzy Osbourne, dikenal sebagai Pangeran Kegelapan, adalah lebih dari sekadar penyanyi rock. Lahir dari kemiskinan di Birmingham, Inggris, masa kecilnya penuh rintangan dan membentuknya menjadi sosok yang jujur dan autentik. Bersama Black Sabbath, ia merevolusi musik rock dengan tema gelap dan suara berat, melahirkan genre heavy metal. Meskipun dikeluarkan dari band karena gaya hidup destruktif, Ozzy bangkit dengan karir solo sukses dan menjadi ikon musik.
Kehidupan Ozzy penuh tragedi dan kontroversi, termasuk kematian gitarisnya dan insiden panggung yang terkenal. Namun, kejujurannya membuatnya dicintai penggemar. Melalui reality show “The Osbournes” dan perjuangannya melawan penyakit Parkinson, ia menunjukkan keteguhan dan menjadi simbol otentisitas. Warisannya abadi dalam musik heavy metal dan inspirasi bagi mereka yang merasa terasing, mengajarkan tentang kejujuran dan ketahanan.