Anak Kedua Lahir, Kakak Cemburu? Atasi Dengan Tips Ini!

Irul Seo

Kunjungan ke rumah tante untuk melihat kelahiran keponakan perempuan pertama saya menjadi awal dari serangkaian kejadian yang tak terduga. Mamah mengajak saya dan adik perempuan saya yang selalu bersemangat, bahkan sampai ingin mencubit ginjal orang (andai itu mungkin!). Saya sendiri merasa bimbang. Keluarga kami didominasi perempuan, dan pengalaman asmara saya yang masih sebatas cinta monyet juga terasa rumit.

Sepulang mengantar keponakan, saya dibonceng adik saya, dan pertemuan tak terduga terjadi di lampu merah Metro. Saya bertemu pacar saya bersama temannya, kebetulan saya juga berboncengan dengan perempuan (adik keponakan saya) yang secara fisik terlihat seumuran. Momen ini, yang saya kira akan menjadi bahan candaan, malah memicu pertengkaran.

Pacar saya langsung curiga dan menuduh saya. Penjelasan saya tentang adik keponakan malah membuatnya semakin cemberut. Ia tidak percaya, mungkin karena jarang mengunjungi rumah saya dan enggan dikenalkan pada keluarga. Ketidakpercayaan ini membuat saya kesal. Kenapa orang lebih suka menghakimi daripada bertanya dengan baik-baik?

Kejadian itu terus membebani pikiran saya sepanjang perjalanan menuju rumah tante. Saya merenungkan hubungan kami. Pacar saya yang enggan dikenalkan pada keluarga membuat saya bertanya-tanya tentang keseriusannya. Apakah dia malu atau belum siap untuk hubungan yang lebih serius? Ketakutan akan kekecewaan juga menghantui saya.

Rumah tante sudah ramai sesampainya kami. Bayi mungil itu dikelilingi para perempuan, sibuk mengomentari keimutannya. Saya hanya bisa duduk di pojok, menikmati puding sambil mengamati. Adik saya malah sangat yakin bayi itu mirip dirinya. Saya, jujur saja, merasa bayi itu lebih mirip ayam yang baru menetas. Komentar saya itu tentu saja membuat adik saya kesal.

Suasana semakin ramai dengan tangisan bayi yang baru lahir. Saya dan adik saya memanfaatkan kekacauan itu untuk menyelamatkan sisa puding dari para tante yang sedang sibuk bergosip. Setelah berjam-jam, kami pun pamit pulang.

Cadangan Serupa:  Serial Dendam Brutal Mercy For None: Kisah Tak Terduga Menanti

Keesokan harinya, pacar saya masih marah. Kejadian di lampu merah kembali diungkitnya, meskipun saya sudah menjelaskan semuanya. Hubungan kami yang sudah berjalan berbulan-bulan terasa seperti kontrakan, bulanan, atau bahkan tahunan. Tak pernah ada status anniversary di WhatsApp. Saya menyadari bahwa cinta butuh saling memahami dan kepastian.

Akhirnya, hubungan kami kandas di tengah jalan. Saya lebih memilih putus cinta daripada putus sekolah. Banyak orang yang patah hati hingga kehilangan semangat hidupnya. Kecemburuan memang wajar, tapi berlebihan justru merusak hubungan. Dalam sebuah hubungan yang serius, baik pria maupun wanita harus saling memahami tanggung jawab dan komitmen masing-masing, termasuk memahami jika pasangannya berinteraksi dengan lawan jenis dalam konteks pekerjaan, misalnya.

Pembelajaran Cinta Monyet yang Kandas

JAKARTA-2019

Ringkasan

Penulis mengalami konflik dengan pacar karena kesalahpahaman terkait pertemuan dengan seorang perempuan yang ternyata adik keponakannya. Pacar curiga dan menuduh tanpa konfirmasi, memicu pertengkaran dan membuat penulis merenungkan keseriusan hubungan mereka, yang ditandai dengan kurangnya keterbukaan pacar pada keluarga penulis dan keengganan untuk mendefinisikan hubungan tersebut. Ketidakpercayaan dan kurangnya komunikasi menjadi faktor utama permasalahan.

Konflik tersebut berujung pada putusnya hubungan mereka. Penulis menyimpulkan bahwa kecemburuan yang berlebihan dapat merusak hubungan, dan pentingnya saling memahami, berkomunikasi, serta memiliki komitmen dan kepastian dalam sebuah hubungan yang serius. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya komunikasi yang terbuka dan kepercayaan dalam hubungan asmara.