Fireless Kitchen – Istilah “bucin” atau “budak cinta” akhir-akhir ini kembali menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan generasi muda. Kehebohan ini semakin diperkuat dengan pengakuan aktor Jefri Nichol yang terang-terangan menyebut dirinya “bucin” terhadap kekasihnya, Ameera Khan. Hubungan jarak jauh (LDR) mereka bahkan diwarnai dengan panggilan telepon selama 48 jam tanpa henti, sebuah upaya untuk menjaga keintiman emosional. Baca juga: Jefri Nichol Telepon Pacar 48 Jam, Apa Penyebab Seseorang Jadi Bucin? Pakar Jelaskan
Lalu, apa sebenarnya arti “bucin”? Apakah hanya sekadar ungkapan cinta yang mendalam, atau ada makna lain yang perlu kita pahami?
Perilaku Bucin dan Maknanya
Secara harfiah, “bucin” adalah singkatan dari “budak cinta”. Istilah ini menggambarkan seseorang yang sangat terobsesi dengan pasangannya, rela melakukan apa pun demi mempertahankan hubungan tersebut. Namun, definisi ini perlu diperjelas karena persepsi setiap orang bisa berbeda. Psikolog Klinis Dewasa Syaikha Nabila, M.Psi., Psikolog, menjelaskan, “Yang perlu didefinisikan lebih jelas adalah arti ‘bucin’ itu sendiri. Kalau singkatannya budak cinta, seolah-olah seseorang mau melakukan apa saja untuk menyenangkan pasangannya.” Seringkali, perilaku bucin tidak hanya tentang cinta yang dalam, tetapi juga melibatkan tindakan impulsif, pengorbanan yang berlebihan, bahkan ketidakseimbangan emosional. Seperti yang dilakukan Jefri Nichol, seseorang yang “bucin” akan berupaya keras untuk selalu terhubung dan merasa dekat dengan pasangannya.
Mengapa Seseorang Menjadi Bucin?
Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa seseorang menjadi “bucin”. Elly Nagasaputra, MK, CHt, konselor untuk remaja, diri, pernikahan, dan perselingkuhan dari konselingkeluarga.com, berpendapat bahwa kurangnya kematangan emosional bisa menjadi penyebab utama. “Seseorang menjadi sangat bucin mungkin karena belum dewasa, jadi tidak memikirkan faktor-faktor lain, lalu dia mencintai dengan cara buta karena cinta,” jelasnya. Sebaliknya, orang yang matang secara mental, emosional, dan spiritual akan mencintai dengan lebih rasional dan bijaksana, tidak terjebak dalam cinta buta yang mengabaikan nilai diri dan masa depan.
Selain itu, Syaikha Nabila juga menambahkan faktor love bombing di awal hubungan sebagai pemicu perilaku bucin. “Rasanya kalau baru pacaran itu ingin bertemu, telponan, dan chattingan terus. Hal ini masih wajar apabila tidak mengganggu aktivitas dan keduanya tidak mempermasalahkannya,” ujarnya.
Apakah Bucin Wajar dalam Hubungan Sehat?
Perdebatan seputar “bucin” sering muncul dalam konteks hubungan asmara. Ada yang menganggapnya sebagai wujud cinta sejati, sementara yang lain melihatnya sebagai ketergantungan yang tidak sehat. Syaikha Nabila menekankan bahwa menjadi “bucin” tidak selalu salah, selama ada batasan yang jelas. “Boleh-boleh saja kalau mau tergila-gila dan memberikan seluruh perhatian buat pasangan,” tuturnya. Namun, penting untuk menjaga keseimbangan; jangan sampai perilaku “bucin” membuat Anda kehilangan jati diri atau mengabaikan kebutuhan pribadi. Mengekspresikan kasih sayang memang penting, tetapi mementingkan kebahagiaan diri sendiri juga krusial sebelum membahagiakan pasangan. “Selama dia bucin, tapi tetap mengutamakan diri sendiri, tetap terbuka dengan pasangan, saling percaya, dan tahu boundaries masing-masing, hubungan tersebut dibilang masih sehat,” tambahnya. Hubungan yang sehat dibangun di atas keterbukaan, komitmen, tanggung jawab, dan kesadaran untuk saling bertumbuh. Jika “bucin” justru mengaburkan logika dan mengabaikan tanda-tanda hubungan yang tidak sehat, maka itu perlu diwaspadai. Baca juga: Jefri Nichol Akui Bucin ke Ameera Khan, Apakah Bucin Wajar dalam Hubungan Sehat? Baca juga: Telepon Pacar 48 Jam seperti Jefri Nichol, Tanda Sayang atau Kurang Percaya Pasangan?
Ringkasan
Istilah “bucin” atau “budak cinta” menggambarkan seseorang yang sangat terobsesi dengan pasangannya. Meskipun ungkapan kasih sayang yang besar, perilaku “bucin” seringkali melibatkan tindakan impulsif dan pengorbanan berlebihan, bahkan ketidakseimbangan emosional. Penyebabnya bisa karena kurangnya kematangan emosional atau love bombing di awal hubungan.
Menjadi “bucin” tidak selalu negatif, asalkan ada batasan yang jelas. Hubungan sehat tetap mengutamakan keseimbangan, mempertahankan jati diri, dan memenuhi kebutuhan pribadi. Jika “bucin” mengaburkan logika dan mengabaikan tanda-tanda hubungan tidak sehat, maka perlu diwaspadai.